Monday, November 25, 2013

pengalengan ikan tuna

Proses Pengalengan Ikan Tuna Menurut SNI Proses pengalengan ikan tuna berdasarkan SNI 01-2712.2-1992, adalah sebagai berikut: 1) Penerimaan bahan baku Setiap bahan baku yang diperoleh harus diperiksa mutunya paling tidak secara organoleptik dan ditangani sesuai dengan persyaratan teknik sanitasi dan higiene. Ikan yang tidak memenuhi persyaratan bahan baku harus ditolak. Untuk bahan baku segar harus segera dilakukan pencucian menggunakan air mengalir dengan suhu maksimum 5oC. Bahan baku yang diterima dalam keadaan beku, apabila menunggu proses penanganan selanjutnya maka harus disimpan dalam es yang bersuhu -25oC. Bahan baku yang dalam keadaan segar apabila menunggu proses penanganan selanjutnya harus disimpan pada suhu chilling (0oC) 2) Persiapan Apabila bahan baku masih dalam keadaan beku maka dilakukan pelelehan (thawing) dalam air mengalir yang bersuhu 10o – 15o C. Untuk ikan dalam keadaan utuh, dilakukan pemotongan kepala, sirip dan pembuangan isi perut. Sedangkan ikan yang berukuran besar dilakukan pemotongan bagian badan menjadi ukuran yang sesuai dengan alat precooking dan selanjutnya ditempatkan dalam rakpre-cooking. 3) Pemasakan pendahuluan (pre-cooking) Ikan tuna yang telah disiapkan dalam rak dimasukkan ke dalam alat pemasak menggunakan uap panas (steam). Waktu yang dibutuhkan untuk pemasakan pendahuluan tergantung pada ukuran ikan, namun umumnya berkisar 1 – 4 jam (mampu mereduksi 17,5 % kadar air dari daging ikan) dengan suhu pemasakan 100o - 105o C. 4) Penurunan suhu Ikan yang telah dimasak dikeluarkan dari alat pemasak dan diturunkan suhunya sampai ikan dapat ditangani lebih lanjut (30o C) dalam waktu maksimum 6 jam. 5) Pembersihan daging Daging ikan dibersihkan dari sisik, kulit, tulang dan daging merah menggunakan pisau yang tajam. Kulit, tulang dan daging merah yang terbuang ditampung dalam wadah yang terpisah. 6) Pemotongan Daging putih yang telah bersih dari kulit, tulang dan daging merah, dipotongpotong dengan ukuran yang disesuaikan dengan ukuran kaleng. Pada tahap pemotongan ini sekaligus dilakukan sortasi terhadap daging yang rusak. Daging putih yang telah dipotong secepatnya harus dimasukkan/diisikan ke dalam kaleng. 7) Pengisian Pengisian daging ke dalam kaleng dilakukan dengan cara menata daging ikan ke dalam kaleng sesuai dengan tipe produk (solid, chunk, flake, standard, grated). a) Solid : 1 – 2 potong daging putih, bebas serpihan. b) Standard : 2 – 3 potong daging putih, serpihan maksimum 2 %. c) Chunk : serpihan daging putih ± satu kali makan, sepihan flake maks 40 %. d) Flake : potongan daging kecil < chunk e) Grated : daging kecil (flake, tidak seperti pasta). 8) Penambahan medium Medium ditambahkan sesaat sebelum kaleng ditutup. Suhu medium antara 70 – 80oC. Pengisian media hingga batas head space atau antara 6 – 10 % dari tinggi kaleng. 9) Penutupan kaleng Penutupan kaleng dilakukan dengan sistem double seaming dan dilakukan pemeriksaan secara periodik. 10) Sterilisasi Sterilisasi dilakukan di dalam retort dengan nilai Fo sesuai dengan jenis dan ukuran kaleng, media dan tipe produk dalam kemasan atau equivalent dengan nilai Fo > 2,8 menit pada suhu 120o C. Pada setiap sterilisasi harus dilakukan pencatatan suhu secara periodik. 11) Penurunan suhu dan pencucian Penurunan suhu dan pencucian menggunakan air yang mengandung residu klor 2 ppm. Setelah dikeluarkan dari retort, kaleng dipindahkan ke tempat yang terlindung (restricted area) untuk pendinginan dan pengeringan. 12) Pemeraman Kaleng yang telah dingin dimasukkan ke dalam suatu ruang dengan suhu kamar dan diletakkan dengan posisi terbalik, dan kemudian dilakukan pengecekan terhadap kerusakan kaleng. Kaleng yang dianggap rusak adalah kaleng yang menggembung atau bocor. Pemeraman dilakukan minimal selama 7 (tujuh) hari. 4.2 Identifikasi HACCP Dalam Proses Pengalengan Ikan Tuna Pada PT. Delta Pasifik Indotuna Setelah dilakukan identifikasi hazard analysis critical control point (HACCP) di PT. Delta Pasifik Indotuna Bitung Propinsi Sulawesi Utara, didapat hasil identifikasi sebagai berikut : 1. Personil (Pekerja) Dalam proses pengalengan ikan aspek-aspek yang membutuhkan perhatian dan pertimbangan utama adalah personil (pekerja) baik itu kesehatan maupun kebersihan pribadi atau perorangan. Hal ini dikarenakan bahaya yang akan ditimbulkan. Bahaya dalam bentuk fisik seperti adanya rambut, kuku, atau asesoris (cincin, anting,dan lain-lain) yang terjadi pada proses produksi. Selain itu juga bahaya potensial adanya bau tengik yang mungkin disebabkan oleh pekerja yang menggunakan lotion atau cream tangan, dan kontaminasi karena pekerja yang menderita penyakit menular, luka, infeksi, dan lain-lain yang dapat menyebabkan pertumbuhan bakteri patogen. 2. Pengolahan Material (Produk) a. Fish Receiving (Penerimaan Ikan) Bahan baku yang digunakan di PT. Delta Pasifik Indotuna meliputi bahan baku dalam bentuk segar dan beku yang berasal dari daerah tersebut dan beberapa daerah di Sulawesi (kendari, gorontalo,dan lain-lain). Ikan yang baru masuk langsung dilakukan penyortiran berdasarkan ukuran (size) dan tingkat kesegaraannya. Dari setiap proses penanganan penerimaan bahan baku adalah tahap pertama dari setiap proses. Hal ini yang menentukan apakah proses selanjutnya akan dilanjutkan atau tidak dan itu tergantung dari proses penerimaan bahan baku tersebut. Kaitannya dengan identifikasi hazard (bahaya) pada proses atau tahapan ini adalah bahaya dalam bentuk fisik seperti adanya pasir/kerikil yang merupakan salah satu bahaya potensial pada proses ini. Penyebab bahaya adalah terjadi pada saat proses pengangkutan bahan baku atau dihasilkan dari sepatu para pekerja sementara bahaya potensial kemungkinan tidak terjadi. Selain itu juga bahaya potensial adalah adanya bau tengik (bahaya kimia) kemungkinan yang disebabkan oleh bahan baku yang terkontaminasi mikroba (bahaya biologis) yang berasal dari luar atau bahan lain. Cara mengurai bahaya tersebut adalah dengan memperhatikan kebersihan baik itu pekerja, bahan baku, maupun alat-alat yang digunakan pada saat proses produksi sebaiknya harus dalam keadaan steril. b. Thawing (Pelelehan Ikan) Ikan beku dilelehkan sebelum diproses lebih lanjut. Pelehan ikan dilakukan didalam bin dengan cara mengalirkan air kedalam bin secara kontinyu (merendam ikan dalam air yang mengalir) hingga suhu ikan naik dari -20c menjadi 50c. Tahapan ini adalah merupakan proses pelelehan ikan, hal ini dilakukan untuk memudahkan proses selanjutnya dalam hal butchering. Di dalam tahapan ini bahaya fisik merupakan salah satu bahaya potensial yang disebabkan pada penerimaan bahan baku yang kurang hati-hati sehingga merusak tekstur bahan baku tersebut, dan juga suhu pada saat di dalam cold storage, sehingga dapat memicu pertumbuhan bakteri patogen. Adapun cara mengatasi potensi bahaya tersebut adalah dengan memperhatikan pada proses penerimaan bahan baku dan suhu pada saat di dalam cold storage. c. Butchering (penyiangan atau pembersihan isi perut) Butchering dilakukan baik terhadap ikan segar maupun terhadap ikan beku yang telah dilelehkan. Kegiatan ini meliputi penyiangan ikan dengan mengeluarkan isi perut, sedangkan ikan yang berukuran besar juga dilakukan pembelahan. Bahaya potensial pada proses ini adalah bahan baku yang terkontaminasi dengan karatan atau sejenisnya, hal ini disebabkan oleh penggunaan alat yang digunakan kurang steril dan air yang digunakan untuk membersihkan ikan dan alat-alat yang digunakan sudah tercemar. Selain itu pertumbuhan bakteri patogen dikarenakan oleh suhu ikan sudah mengalami perubahan karena terjadinya over thawing. Cara mengatasi semua bahaya-bahaya tersebut adalah dengan cara memastikan alat-alat yang digunakan sudah bersih dan proses pengolahannya sendiri sebaiknya dilakukan segera mungkin. d. Pencucian Ikan yang telah di butchering kemudian dicuci dengan menggunakan air bersih. Bahaya potensial pada proses ini adalah air, alat, ruang kerja yang digunakan sudah tercemar. Dan masih adanya sisa-sisa penyiangan yang bisa menimbulkan pertumbuhan bakteri. Cara mengatasinya adalah memperhatikan kebersihan semua alat, air, dan lainnya juga sisa-sisa penyiangan harus segera dipindahkan agar menghindari pertumbuhan bakteri. e. Pilling (penyusunan) Ikan yang telah di cuci selanjutnya disusun pada baki pemasakan (pan)berdasarkan ukuran dan jenisnya untuk memberikan dampak pemasakan yang seragam. Bahaya potensial yang ada yaitu kontaminasi bahan baku dengan alat yang digunakan. Cara mengatasinya dengan memperhatikan alat yang digunakan pada proses pengolahan. f. Pemasakan awal (pre-cooking) Pemasakan awal menggunakan bejana uap (steam) tertutup yang disebutprecooker. Pemasakan awal dimulai setelah precooker terisi secara optimal. Suhu pemasakan dalam bejana dipertahankan tidak melebihi 1000c, sedangkan lama pemasakannya disesuaikan dengan ukuran ikan. Pada tahapan ini pertumbuhan bakteri merupakan bahaya yang potensial, penyebabnya sisa-sisa darah, minyak dan cairan tubuh pada ikan masih tersisa pada proses butchering dan pemasakan. Selain itu bahaya dalam bentuk fisik dapat terjadi dikarenakan suhu, waktu, dan size yang digunakan pada proses pemasakan tidak sesuai sehingga dapat merusak tekstur produk. g. Colling (Pendinginan) Ikan yang telah di masak (di-precooking) terlebih dahulu di dinginkan dengan menggunakan semprotan air berkabut, menggunakan alat yang disebutmist-sprayer. Hal ini bertujuan untuk menutup pori-pori ikan agar proses dehidrasi dapat dihindari sehingga berat ikan tidak banyak berkurang, disamping mempercepat pendinginan ikan agar efek pemasakan tidak berkelanjutan sehingga permukaan ikan tidak gosong dan kulit ikan mudah di keluarkan. Kemudian ikan yang telah disemprot dengan air dipindahkan kecooling area. Bahaya potensial yang ada pada proses ini adalah pada tahap setelah proses cooling dimana suhu yang digunakan tidak boleh lewat dari 430c dan waktu tidak boleh melebihi 4 jam, karena akan menimbulkan kerusakan fisik pada produk. Selain itu bahaya terkontaminasi dapat terjadi yang disebabkan air yang digunakan pada proses penyiraman atau pengkabutan telah tercemar. Untuk mengatasi bahaya tersebut harus memperhatikan suhu dan waktu pada saat proses tersebut. h. Beheading, Skinning, loinning (Pemotongan Kepala, kulit, pengeluaran tulang) Pada tahap beheading yaitu mengeluarkan bagian kepala ikan termasuk insang, sirip, ekor. Kemudian ikan yang telah dibersihkan dikumpulkan pada baki plastik dan dibawa kebagian skinning. Ikan yang diterima dari bagian beheading kemudian dilakukan prosesskinning (pengeluaran kulit). Kulit ikan dikeluarkan dengan menggunakan pisau dari arah kepala menuju ke ekor sedangkan pada bagian perut ikan, kulit dikeluarkan dari arah ekor menuju ke kepala mengikuti alur atau serat daging ikan tersebut. Setelah kulit ikan dikeluarkan, selanjutnya dilakukan proses loinningdengan mengeluarkan tulang dan daging merah ikan. Tulang belakang ikan dikeluarkan dengan membelah ikan menjadi dua bagian, selanjutnya tiap bagian dibelah lagi menjadi dua bagian sehingga diperoleh 4 buah bagian (loin) untuk setiap ikan. Selanjutnya ikan yang telah bersih disusun pada baki plastik kemudian ditimbang lalu dibawa ke bagian pengepakan. Bahaya potensial pada tahapan ini adalah bahaya kontaminasi yang disebabkan oleh pekerja dan alat yang digunakan kurang steril sehingga dapat mengakibatkan pertumbuhan mikroba . adapun untuk mengatasi bahaya tersebut adalah dengan lebih memperhatikan kebersihan dari semua personil baik itu pekerja maupun alat dan produk yang telah rusak pada saat proses pengolahan sebaiknya diperhatikan lebih ketat agar tidak terikut kedalam produk yang memiliki mutu yang baik. i. Pencucian Kaleng Kosong Kaleng yang akan digunakan terlebih dahulu dibersihkan sebelum diisiloin. Kaleng yang telah disortir selanjutnya diletakkan pada meja berputar (can feeding table) untuk dibawa ke mesin pack saper dengan menggunakanelevator . pembersihan kaleng dilakukan dengan menggunakan semprotansteam pada ujung elevator, menjelang tiba dimesin pack saper. Pada tahapan ini bahaya dalam bentuk fisik adalah merupakan bahaya yang potensial. Penyebabnya karena masih adanya tulang dan daging gelap atau cokelat pada saat proses sebelumnya. Selain itu bahaya kontaminasi juga dikarenakan alat yang digunakan berkarat atau tercemar bahan lain. Cara mengatasinya dengan memperhatikan kebersihan semua alat dan cara pengolahan produk. j. Packing (Pengisian Daging Ikan), penimbangan, Filling Medium (Pengisian medium) Ikan yang akan dikalengkan disusun pada feeding conveyor mesin pack shaper.Penyusunan ikan pada alat tersebut disesuaikan dengan produk (model pengepakan) yang akan dibuat yaitu dibedakan atas chunk (potongan/ukuran daging ikan yang sedang) dan flakes/filler (serpihan daging ikan yang halus). Setelah kaleng diisi dengan ikan selanjutnya ditimbang untuk mengetahui apakah jumlah ikan yang diisikan kedalam kaleng telah sesuai dengan standar. Pada proses Filling Medium dilakukan pemasukkan cairan (medium) yang digunakan sesuai dengan pesanan pembeli (buyer) pada PT.Delta medium yang digunakan adalah sun flower seed oil. Canola oil, dan brine. Bahaya adanya dalam bentuk fisik (tulang, bahan pengotor lain), bahaya kimia (kontaminasi logam Cu dan Fe dari kaleng), bahaya biologis (cemaran salmonella), selain itu kepadatan dan kekurangan berat timbangan merupakan bahaya potensial yang terdapat pada tahapan ini. k. Seaming (penutupan kaleng), can washing (pencucian kaleng) Kaleng yang telah diisi dengan ikan dan medium selanjutnya ditutup dengan menggunakan mesin penutup kaleng (seamer). Setelah itu dilakukan pengkodean nama perusahaan, dan waktu (tanggal, bulan, dan tahun) pengolahan. Pada proses selanjutnya dilakukan pencucian kaleng untuk menghilangkan kotoran atau bahan-bahan yang masih terdapat pada permukaan kaleng. Tahapan ini bahaya potensial adalah bahaya kontaminasi yang disebabkan oleh benda-benda asing yang masuk dalam kaleng yang berasal dari luar atau dari dalam benda tersebut, bahaya biologis (kontaminasi mikroba) karena suhu yang tidak sesuai, Selain itu bahaya dalam bentuk fisik kaleng seperti adanya kaleng yang rusak karena tekanan dari dalam. l. Sterilisasi/retorting Ikan kaleng yang telah dicuci selanjutnya disusun pada basket (keranjang)retort, sebelum basket dimasukkan kedalam retort (pengoperasian) dimulai. Untuk proses ini bahaya yang ada adalah bahaya kimia karena cemaran logam dari kaleng, bahaya biologis dari kontaminasi bakteri dan mikroba karena penggunaan suhu yang tidak sesuai pada saat proses pemanasan, selain itu bahaya fisik (daging ikan rusak) karena suhu pemanasan yang tidak sesuai. m. Pendinginan Kaleng Ikan yang telah dikeluarkan dari retort selanjutnya didinginkan secara alamiah (menggunakan udara dengan suhu ruang), hanya dibantu dengan kipas agar terjadi sirkulasi udara didalam ruang tersebut sehingga mempercepat proses pendinginan. Waktu pendinginan yang dibutuhkan adalah 4 jam untukpack in brine dan 5 jam untuk pack in oil. Bahaya yang ada adalah bahaya biologis (tercemar bakteri thermofilik) pada saat didinginkan setelah sterilisasi, selain itu bahaya fisik (perubahan rasa, warna, dan tekstur daging) karena over cooking dan over processing. n. Pengartonan (Case Up) Kaleng yang sudah dingin selanjutnya dibersihkan dari sisa-sisa air dengan menggunakan kain lap yang bersih dan dibawa keruang case up (pengartonan). Setiap karton masing-masing berisi 48 kaleng. Dalam tahapan ini bahaya potensial adalah kerusakan karton yang digunakan sebagai kemasan. o. Pelabelan Produk yang akan dilabel ditempatkan didekat mesin label yang sebelumnya telah disiapkan, kemudian proses pelabelan dilakukan. Pada tahapan ini bahaya potensial adalah kesalahan pelabelan yang dicantumkan. p. Penyimpanan Produk yang telah dilabel dan disusun dalam dos sementara menunggu waktu pengiriman/ekspor disimpan digudang yang bersebelahan dengan ruang pelabelan. Bahaya potensial dalam tahap ini adalah adanya kontaminasi pada kaleng baik itu minyak, abu, kotoran, dan kesalahan penghitungan hari antara produksi dan waktu pengiriman. q. Pemasaran Pemasaran produk ikan kaleng PT.Delta Pasifik Indotuna dipasarkan ke manca negara terutama ke negara Timur Tengah. Dalam proses ini bahaya dalam bentuk fisik seperti adanya kaleng rusak, kembung, berkarat, kotor, dan kontaminasi bakteri, selain itu kesalahan pada pencantuman logo, nama produk, tanggal kadaluarsa, dan lain-lain yang terdapat pada tahap ini. Kesimpulan Dari hasil pembahasan di atas dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut: • Penyebab bahaya dari setiap tahapan adalah adanya bahaya dalam kerusakan fisik, baik itu dari bahan baku maupun dari kaleng. • Bahan baku yang terkontaminasi oleh alat, air, dan pekerja yang kurang bersih dan steril. • Bahaya kimia dan biologis dengan terkontaminasi/tercemar oleh bakteri dan mikroba karena alat, suhu, waktu, dan proses yang kurang baik sehingga memicu pertumbuhan bakteri ini. • Bahaya kesalahan penimbangan, penulisan kode, tanggal/bulan/tahun produksi, dan lain-lain. • Bahaya penyimpanan produk yang terkontaminasi panas, dingin, debu, kotoran, dan benda-benda lain yang mengakibatkan kerusakan pada produk. Saran Ada beberapa hal yang menjadi saran dalam setiap proses pengolahan adalah bahaya dari setiap proses terutama penggunaan suhu sesuai dengan mata rantai, hal ini dapat menimbulkan pertumbuhan bakteri-bakteri pathogen. Selain itu konsep Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) perlu diterapkan pada setiap pengolahan serta perbaikan program HACCP pada setiap tahapan proses yang menjadi CCP, antara lain berupa penataan Good Manufacturing Practices(GMP), standarisasi bahan baku ikan tuna yang dibeli, keseragaman mutu dan jenis kaleng.

No comments:

Post a Comment

nama :
email :
comentar: